Sebuah perusahaan rintisan dari Negeri Tirai Bambu yang sebelumnya tidak banyak dikenal kini menjadi sorotan dunia. DeepSeek berhasil mengejutkan sektor teknologi dengan menciptakan kecerdasan buatan (AI) yang kemampuannya sebanding dengan produk-produk dari Google dan OpenAI.
Pihak pengembang DeepSeek-R1 mengungkapkan bahwa model AI ini dirancang dengan perangkat keras yang lebih sederhana dan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan teknologi raksasa di Amerika Serikat (AS).
Dalam laporan penelitian yang dipublikasikan pekan lalu, tim DeepSeek menyatakan bahwa mereka hanya mengalokasikan kurang dari US$6 juta untuk kebutuhan daya komputasi dalam melatih model ini. Angka tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan anggaran miliaran dolar yang dihabiskan oleh perusahaan-perusahaan besar AS seperti OpenAI, Alphabet, dan Meta.
Mengubah Peta Persaingan AI
Munculnya DeepSeek sebagai pesaing kuat bagi raksasa teknologi Silicon Valley telah mengguncang asumsi mengenai dominasi AS dalam bidang kecerdasan buatan. Kondisi ini juga memicu kekhawatiran bahwa valuasi pasar yang sangat tinggi dari perusahaan seperti Nvidia, Alphabet, dan Meta mungkin tidak sejalan dengan realitas industri.
Pada Senin (27/1/2025), Nvidia, perusahaan yang hampir memonopoli produksi semikonduktor untuk AI generatif, mengalami penurunan kapitalisasi pasar hingga US$600 miliar setelah harga sahamnya turun drastis sebesar 17%.
Presiden AS Donald Trump, yang baru saja meluncurkan inisiatif AI senilai US$500 miliar dengan melibatkan OpenAI, Oracle yang berbasis di Texas, dan SoftBank dari Jepang, menyatakan bahwa kemunculan DeepSeek seharusnya menjadi “peringatan” bagi industri teknologi AS untuk lebih serius dalam persaingan global.
Sosok Visioner di Balik DeepSeek
DeepSeek yang berbasis di Hangzhou didirikan pada akhir tahun 2023 oleh Liang Wenfeng, seorang wirausahawan yang juga merupakan pendiri dana lindung nilai High-Flyer. Pria berusia 40 tahun ini memiliki latar belakang yang unik, memadukan pemahaman mendalam tentang keuangan dengan semangat inovasi teknologi.
Sebagai lulusan Universitas Zhejiang, Liang mendirikan High-Flyer pada tahun 2015. Melalui perusahaan ini, ia memanfaatkan kecerdasan buatan untuk memprediksi pergerakan pasar dan mengoptimalkan strategi investasi.
Pada tahun 2021, Liang mulai mengakuisisi ribuan unit prosesor grafis Nvidia untuk sebuah eksperimen AI pribadi. Banyak rekan-rekannya yang menganggap upayanya sebagai langkah ambisius namun tidak realistis, terutama mengingat pembatasan ekspor chip AI dari AS ke China yang semakin ketat di bawah kepemimpinan Biden. Namun, kegigihan Liang membuahkan hasil dengan lahirnya DeepSeek—sebuah pencapaian yang sebelumnya hanya dianggap mungkin dilakukan oleh raksasa teknologi seperti ByteDance atau Alibaba.
Sebelum mendirikan DeepSeek, Liang telah lama mengeksplorasi integrasi teknologi dengan investasi. Pada tahun 2013, ia mendirikan Hangzhou Jacobi Investment Management, sebuah perusahaan yang menerapkan AI dalam strategi perdagangan.
Dalam kurun waktu dua tahun berikutnya, ia juga mendirikan Hangzhou Huanfang Technology Co dan Ningbo Huanfang Quantitative Investment Management Partnership, yang keduanya berfokus pada investasi berbasis AI.
Dalam wawancara dengan media China Waves pada tahun 2023, Liang menepis anggapan bahwa perusahaan rintisan sudah kehilangan momentum untuk masuk ke industri AI atau bahwa investasi dalam bidang ini harus selalu bernilai mahal.
Masa Depan AI di China
Kebangkitan DeepSeek membuka peluang besar bagi China untuk memperkuat posisinya sebagai pemain utama dalam pengembangan AI global. Dengan membangun ekosistem yang mendukung riset dan inovasi, DeepSeek berpotensi menjadi lokomotif bagi kemajuan di berbagai sektor, mulai dari kesehatan hingga keuangan.
Langkah DeepSeek membuktikan bahwa inovasi tidak selalu bergantung pada sumber daya besar, tetapi juga pada visi, strategi, dan eksekusi yang tepat. Dunia kini menanti sejauh mana perusahaan ini akan melangkah dalam peta persaingan AI yang semakin ketat.