Hampir dua milenium setelah seorang pemuda meregang nyawa akibat letusan dahsyat Gunung Vesuvius, sebuah penemuan ilmiah mengungkap keajaiban langka: otaknya terawetkan secara unik, berubah menjadi kaca setelah terkena awan panas yang sangat tinggi suhunya, dikenal juga sebagai wedhus gembel.
Mengutip BBC, Jumat (28/2/2025), para peneliti pertama kali menemukan fragmen kaca tersebut pada tahun 2020. Awalnya, mereka menduga pecahan hitam mengkilap itu adalah sisa fosil otak, meskipun mekanisme pasti bagaimana proses ini terjadi masih menjadi teka-teki saat itu.
Potongan kaca hitam sebesar biji kacang polong ditemukan di dalam tengkorak korban, seorang pria berusia sekitar 20 tahun yang tewas saat letusan Vesuvius pada tahun 79 Masehi. Kejadian ini berlangsung di Herculaneum, kota Romawi kuno yang kini terletak di dekat Naples.
Para ilmuwan kini percaya bahwa awan panas dengan suhu ekstrem mencapai 510 derajat Celsius melingkupi tubuh korban, memanaskan otak hingga titik leleh, sebelum kemudian mendingin secara drastis, mengubah organ tersebut menjadi kaca.
Temuan ini menjadi satu-satunya kasus yang diketahui di mana jaringan manusia atau bahan organik secara alami bertransformasi menjadi kaca.
“Kami percaya bahwa kondisi yang sangat spesifik yang telah kami rekonstruksi untuk vitrifikasi (proses perubahan sesuatu menjadi kaca) pada otak membuat sangat sulit untuk menemukan sisa-sisa yang serupa, meskipun itu tidak mustahil,” ujar Prof Guido Giordano dari Università Roma Tre.
“Ini adalah temuan yang unik,” tambahnya.
Korban diketahui tewas di atas ranjangnya, dalam sebuah bangunan yang disebut Collegium, yang terletak di sepanjang jalan utama kota Herculaneum.
Fragmen kaca yang ditemukan oleh para peneliti memiliki ukuran yang bervariasi, mulai dari 1-2 cm hingga sekecil beberapa milimeter.
Letusan besar Vesuvius tidak hanya memusnahkan Herculaneum tetapi juga kota tetangganya, Pompeii, yang kala itu dihuni sekitar 20.000 jiwa. Para ilmuwan menduga bahwa awan panas yang pertama kali meluncur dari Vesuvius menjadi penyebab utama kematian massal, diikuti oleh aliran piroklastik — kombinasi gas panas dan material vulkanik — yang mengubur wilayah tersebut.
Para pakar meyakini proses otak pria tersebut berubah menjadi kaca terjadi karena aliran piroklastik memiliki suhu yang cukup tinggi namun mendingin secara tiba-tiba, menciptakan kondisi sempurna bagi vitrifikasi.
Proses vitrifikasi sendiri memerlukan suhu ekstrem yang sangat spesifik dan jarang terjadi secara alami. Agar sebuah zat berubah menjadi kaca, suhu tubuh korban harus jauh lebih tinggi dibandingkan lingkungannya dan mendingin dengan kecepatan luar biasa sehingga tidak sempat mengkristal.
Tim peneliti memanfaatkan teknologi pencitraan sinar-x dan mikroskop elektron untuk mempelajari fenomena ini. Mereka menyimpulkan bahwa otak korban harus mencapai suhu minimal 510 derajat Celsius sebelum mengalami pendinginan kilat. Uniknya, tidak ada bagian tubuh lain yang menunjukkan proses vitrifikasi serupa.
Hanya material yang memiliki kandungan cairan tertentu, seperti otak, yang bisa berubah menjadi kaca. Tulang dan organ tubuh lainnya kemungkinan besar hancur lebur akibat panas sebelum sempat mengalami proses ini.
Ilmuwan percaya bahwa tengkorak korban bertindak sebagai semacam pelindung, menciptakan ruang tertutup yang memungkinkan otak untuk melalui proses vitrifikasi.
Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Scientific Reports.