Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyerukan kepada masyarakat untuk terus menjunjung tinggi nilai tasamuh atau sikap saling menghormati dalam menghadapi perbedaan, khususnya terkait penentuan awal bulan dalam kalender Hijriah.
“Kalau ada perbedaan pelaksanaan awal puasa Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, kita harus tetap kedepankan toleransi, dan hal itu sudah menjadi kekayaan agama kita yang selama ini dijunjung tinggi untuk tidak menjadi perbincangan yang terus menerus, apalagi menjadi potensi keretakan,” kata Haedar dalam Konferensi Pers PP Muhammadiyah yang diikuti dari Jakarta, Rabu.
Sebagaimana telah diumumkan dalam Maklumat PP Muhammadiyah Nomor 1/MLM/1.0/2025, awal Ramadhan 1446 Hijriah/2025 Masehi ditetapkan jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025.
Selain menentukan awal Ramadhan, Muhammadiyah juga telah menetapkan tanggal perayaan Idul Fitri, awal Zulhijah, dan Idul Adha tahun 2025.
Haedar menyoroti bahwa hingga kini, umat Muslim di seluruh dunia belum memiliki satu sistem kalender global yang seragam.
Menurutnya, diperlukan kesepakatan bersama antarumat Islam secara internasional untuk menciptakan kalender global tunggal yang dapat menjadi acuan bersama.
Selama upaya ke arah itu masih dalam proses, Haedar mengajak umat Islam untuk mengedepankan sikap toleransi dalam menghadapi perbedaan.
Ia menegaskan bahwa keberagaman dalam penetapan hari besar keagamaan seharusnya tidak menjadi bahan perdebatan yang berkepanjangan, apalagi menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat.
Selain itu, Haedar juga mengingatkan agar umat Islam tidak terjebak dalam stagnasi atau sikap pasif dalam menyambut bulan Ramadhan.
“Kita selalu melaksanakan ibadah-ibadah Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, namun tidak membawa proses perubahan dalam jiwa, pikiran, dan orientasi tindakan kita sebagai Muslim baik individual maupun kolektif,” kata dia.
Ia menekankan pentingnya menjadikan momentum ibadah di bulan Ramadhan, serta perayaan Idul Fitri dan Idul Adha, sebagai sarana transformasi spiritual yang mampu membentuk karakter Muslim yang lebih baik.
Menurutnya, nilai-nilai spiritualitas yang diperoleh selama menjalankan ibadah seharusnya tercermin dalam tutur kata, sikap, dan perilaku sehari-hari.
“Bagi warga bangsa juga kami mengharapkan bahwa puasa membawa jalan baru kehidupan yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur agama atas umat beragama, sehingga kita bisa memupuk persaudaraan, persatuan, kemajuan, dalam ranah kemajemukan,” kata dia.
Dengan demikian, Haedar berharap bulan Ramadhan tidak hanya menjadi ritual tahunan, tetapi juga menjadi sarana refleksi diri yang mampu meningkatkan kualitas keimanan dan mempererat hubungan sosial di tengah masyarakat yang beragam.