Komitmen Bersama Masih Jadi Tantangan dalam Sistem Perlindungan Pekerja Migran

Rohmat

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengungkapkan bahwa koordinasi antar Kementerian dan Lembaga (K/L) yang menangani permasalahan pekerja migran Indonesia masih jauh dari harapan.

Hal ini, menurut Pigai, sudah ia amati sejak menjabat sebagai staf khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

“Sebagai orang yang memahami masalah buruh migran, saya belum melihat upaya yang dilakukan sejauh ini secara maksimal dan menyeluruh. Belum ada lembaga atau komitmen bersama yang konkret untuk mengatur, melindungi, dan menghormati hak-hak pekerja migran Indonesia di luar negeri, khususnya di Malaysia,” ujar Pigai dalam wawancara di Gedung Kementerian HAM pada Jumat, 31 Januari 2025.

Pigai menjelaskan bahwa setidaknya ada 18 kementerian dan lembaga yang memiliki tugas serta wewenang dalam mengelola isu pekerja migran.

Namun, ia menilai bahwa masing-masing lembaga tersebut belum memiliki tujuan yang selaras atau komitmen yang seragam dalam melindungi para pekerja migran Indonesia.

“Dulu, saat kami melakukan inventarisasi, kami mencatat ada 18 kementerian dan lembaga yang seharusnya bertanggung jawab untuk memastikan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia. Tapi, sampai saat ini, 18 lembaga itu tidak pernah bersatu,” ungkap Pigai dengan nada tegas.

Menanggapi insiden tragis penembakan terhadap lima pekerja migran Indonesia (PMI) oleh aparat penjaga pantai Malaysia, Pigai menyatakan bahwa pihaknya belum dapat memastikan kapan bantuan hukum dan penunjukan pengacara akan diberikan oleh pemerintah. Meskipun demikian, Kementerian HAM siap siaga untuk terlibat dalam proses hukum jika diminta.

“Saya belum bisa memastikan kapan bantuan hukum akan diberikan. Entah itu Kementerian Buruh Migran yang akan menyediakan pengacara, Kementerian Luar Negeri melalui KBRI Malaysia, atau kami yang akan memantau instrumen yang ada,” ujar Pigai menambahkan.

Pigai juga mencatat adanya ketidakselarasan pandangan di antara berbagai K/L mengenai urgensi perlindungan pekerja migran Indonesia. Masalah tersebut, menurutnya, telah terjadi sejak tingkat paling rendah hingga paling tinggi.

Ketidakharmonisan ini menjadi tantangan besar dalam menciptakan langkah-langkah perlindungan yang efektif bagi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri.

“Belum ada komitmen yang sama. Tak ada langkah nyata untuk melindungi warga negara Indonesia, mulai dari lembaga pertama yang dihadapi di tingkat kecamatan hingga penempatan di luar negeri yang menjadi kewenangan Kementerian Luar Negeri, termasuk BNP2TKI. Semuanya terpisah,” kata Pigai.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Pigai berencana membuka saluran komunikasi yang lebih intensif dengan berbagai K/L terkait.

Ia berharap dapat mendorong pembentukan komitmen bersama dalam rangka perlindungan dan pemenuhan hak-hak pekerja migran Indonesia melalui berbagai forum dan nota kesepahaman.

“Sebetulnya ini bukan hanya masalah, tetapi juga potensi untuk kita kerjasama, membuat nota kesepahaman untuk penanganan pekerja migran lewat rakor dan instrumen lainnya,” tutup Pigai dengan optimisme.

Also Read

Tags

Leave a Comment