Persaingan sengketa merek antara PT Worcas Nusantara Abadi (PT WNA) dan Build Your Dream (BYD) semakin mengemuka, khususnya terkait dengan pendaftaran merek “Denza” yang menimbulkan ketegangan hukum. Dengan semakin berkembangnya industri otomotif dan semakin banyaknya merek yang terdaftar, pendaftaran merek di Indonesia menjadi lebih penting dari sebelumnya. Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum, Hermansyah Siregar, menekankan pentingnya untuk segera mendaftarkan merek agar terhindar dari potensi sengketa yang dapat mengganggu kelangsungan usaha.
Pentingnya Pendaftaran Merek dan Prinsip yang Dianut Indonesia
DJKI, sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pengelolaan merek di Indonesia, mengapresiasi langkah produsen mobil asal China, BYD, yang menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan sengketa terkait pendaftaran merek “Denza.” Hermansyah Siregar mengungkapkan bahwa kasus ini menjadi pengingat bagi para pelaku industri untuk mendaftarkan merek mereka dengan cepat dan sesuai dengan kategori usaha masing-masing.
Menurutnya, DJKI terus memperkuat sistem pemeriksaan merek untuk meminimalkan sengketa di masa depan. “Sengketa ini menjadi pengingat bagi pelaku usaha untuk mendaftarkan mereknya sesegera mungkin sesuai dengan kategori usaha masing-masing,” ujarnya. Hermansyah juga menekankan bahwa DJKI terus mendukung upaya-upaya untuk menjaga keberlanjutan industri, termasuk sektor otomotif, melalui proses hukum yang adil dan transparan.
Kasus Denza: Merek yang Terdaftar Sebelum Masuk Indonesia
Pada 3 Juli 2023, PT Worcas Nusantara Abadi berhasil mendaftarkan merek “Denza” di Indonesia dengan nomor registrasi IDM001176306 untuk kategori barang kendaraan. Namun, pendaftaran merek yang dilakukan oleh BYD di Indonesia pada 8 Agustus 2024 menimbulkan konflik karena kedua pendaftaran ini mengacu pada kategori yang sama. Meski demikian, pendaftaran merek “Denza” oleh PT WNA sudah tercatat lebih dulu.
Sistem pendaftaran merek di Indonesia mengacu pada prinsip first to file, yang mengutamakan siapa yang pertama kali mengajukan pendaftaran merek. Hal ini berarti bahwa pendaftaran merek yang dilakukan oleh PT WNA dianggap lebih dulu daripada BYD, meskipun merek tersebut sebelumnya telah dikenal secara global oleh perusahaan otomotif tersebut.
Itikad Baik dan Prinsip Teritorial dalam Pendaftaran Merek
Hermansyah Siregar menjelaskan bahwa pendaftaran merek di Indonesia berlandaskan pada prinsip first to file dan prinsip teritorial yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Prinsip first to file menyatakan bahwa siapa yang mendaftarkan merek terlebih dahulu, dia berhak atas merek tersebut, asalkan tidak ada keberatan yang diajukan selama periode pengumuman permohonan merek.
Namun, apabila ada unsur itikad tidak baik atau merek tersebut sudah dikenal secara global, hal ini dapat mempengaruhi proses pendaftaran. BYD menilai bahwa merek “Denza” sudah dikenal di seluruh dunia sejak 2012, sehingga perusahaan ini mengajukan gugatan untuk membatalkan pendaftaran merek yang dilakukan oleh PT WNA, dengan alasan adanya itikad tidak baik.
Tantangan dalam Penegakan Hukum Kekayaan Intelektual
Sementara itu, dalam upaya menjaga pelindungan kekayaan intelektual, DJKI juga mendorong semua pihak yang terlibat dalam sengketa ini untuk menghormati proses hukum yang ada. Dengan demikian, putusan yang dihasilkan diharapkan tidak hanya adil, tetapi juga dapat memberikan kepastian hukum bagi industri dan pelaku usaha.
Dalam hal ini, Luther Panjaitan, Head of Public & Government Relations PT BYD Motor Indonesia, menyampaikan bahwa perusahaan memahami sepenuhnya peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. “Adalah betul kita melakukan law action terhadap sebuah pendaftaran oleh perusahaan yang non industri yang sama dengan kita, namun menggunakan kategori yang sama,” ujarnya.
Menghormati Hukum dan Menjaga Keberlangsungan Industri
Dengan mengikuti jalur hukum, BYD berharap dapat melindungi merek “Denza” yang sudah dikenal secara global dan mencegah penyalahgunaan merek oleh pihak-pihak yang tidak memiliki itikad baik. Dalam konteks ini, pelindungan terhadap kekayaan intelektual menjadi faktor kunci untuk menjaga keberlangsungan bisnis dan menciptakan iklim usaha yang sehat.
Kasus ini menunjukkan bahwa penting bagi setiap pelaku usaha untuk menyadari nilai dari pendaftaran merek dan mematuhi hukum yang ada. Tanpa adanya pendaftaran yang jelas dan terlindungi, suatu merek bisa terancam oleh sengketa yang merugikan banyak pihak. DJKI berkomitmen untuk terus memperkuat sistem pendaftaran merek dan memastikan bahwa prosesnya transparan dan akuntabel.
Dengan begitu, meskipun saat ini proses hukum terkait sengketa merek “Denza” masih berlangsung di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, pelajaran yang dapat diambil adalah pentingnya itikad baik dan ketepatan waktu dalam pendaftaran merek. Sebagaimana Hermansyah Siregar menambahkan, “Kami percaya, pelindungan kekayaan intelektual yang kuat adalah pondasi utama untuk mendorong inovasi, investasi, dan pertumbuhan ekonomi nasional.”