IHSG Merosot Tajam, Apa Dampaknya bagi Industri Otomotif?

Sahrul

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan drastis hingga menyentuh titik terendah di angka 6.011,8 pada Selasa (18/3/2025). Kondisi ini mendorong Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menghentikan sementara aktivitas perdagangan (trading halt) pada pukul 11:19:31 WIB dalam sistem Jakarta Automated Trading System (JATS). Lantas, apakah situasi ini berimbas pada industri otomotif di Indonesia?

Toyota Harap Kepastian bagi Investor

Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azam, menekankan pentingnya stabilitas agar para investor tetap merasa nyaman untuk berbisnis di Tanah Air.

“Saya rasa tidak hanya Indonesia. Seluruh dunia juga, beberapa negara mengalami indeks yang merosot. Wall Street aja merosot. Kita berharap ini tidak berlangsung lama, cepat diselesaikan. Kita berharap pemerintah bisa kasih positive sign ke investor, sehingga harapannya mereka masuk lagi,” ungkap Bob di sela-sela acara buka bersama Toyota Indonesia di Jakarta, Selasa (18/3/2025).

Bob juga optimis dengan potensi pasar Indonesia, terutama dengan jumlah penduduk yang didominasi usia muda serta permintaan kendaraan yang terus meningkat. Menurutnya, Indonesia memiliki keunggulan dalam transisi menuju energi hijau berkat sumber daya karbon yang melimpah, seperti hutan dan geothermal.

“Karena Indonesia itu potensi marketnya besar. Kemudian penduduknya masih muda. Demand-nya akan meningkat terus. Kemudian kalau kita masuk ke green, kita punya sumber karbon yang bisa menyerap karbon yang luar biasa, ada hutan, geothermal. Jadi nggak ada alasan pesimis untuk Indonesia, yang penting semua stakeholder bisa kompak,” tambah Bob.

IHSG Kembali Menguat, Harapan untuk Industri Otomotif

Pada Kamis (20/3/2025), IHSG mulai menunjukkan pemulihan dengan kenaikan sebesar 63,85 poin atau 1,01 persen ke level 6.375,51. Berdasarkan laporan Antara, penguatan ini didorong oleh respons positif pelaku pasar terhadap kebijakan Bank Indonesia (BI) dan The Fed yang mempertahankan suku bunga acuannya.

Meski begitu, Bob menilai bahwa kondisi pasar otomotif di Indonesia tahun ini kemungkinan tidak akan berbeda jauh dari tahun sebelumnya. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah dapat memberikan insentif kepada konsumen otomotif untuk mendorong daya beli dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

“Jadi domestic market itu harus jadi prime mover. Jadi dalam beberapa kesempatan dengan pemerintah, kita minta ‘tolong dong pak dikasih insentif konsumen kita di dalam negeri’. Kalau dia daya belinya kembali, itu akan menciptakan pertumbuhan ekonomi. Tapi dari sisi pemerintah, mereka juga bilang sedang berada dalam fiskal terbatas,” ungkap Bob.

Insentif Otomotif, Solusi untuk Meningkatkan Penerimaan Negara

Bob menambahkan bahwa pemberian insentif kepada sektor otomotif telah terbukti efektif dalam meningkatkan pemasukan negara. Sebaliknya, kenaikan pajak tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan pendapatan.

“Jadi kita berharap pemerintah menempuh yang pertama itu, memberikan relaksasi yang pada akhirnya revenue dari pajak itu akan naik. Itu tak hanya pengalaman kita saat Covid-19 lalu, negara-negara lain juga begitu. Di Jepang ada satu kota, Nagoya misalnya, mereka memberikan insentif dan dalam 3 tahun revenue-nya naik. Itu Jepang yang konsumsinya sudah turun. Indonesia yang konsumsinya bagus, saya yakin akan cepat return-nya ke revenue pemerintah,” tukas Bob.

Dengan situasi IHSG yang perlahan pulih, harapan pun muncul bagi industri otomotif untuk tetap berkembang, terutama dengan dukungan kebijakan yang dapat meningkatkan daya beli masyarakat.

Also Read

Tags

Leave a Comment