Industri otomotif Indonesia semakin ramai dengan kehadiran produsen kendaraan komersial asal China. Jika sebelumnya kendaraan impor dari Negeri Tirai Bambu lebih banyak masuk di segmen mobil penumpang, kini ekspansi mereka mulai merambah truk dan kendaraan berat lainnya.
Sementara itu, penjualan kendaraan bermotor di Indonesia mengalami perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya. Faktor-faktor seperti pemilu serta kebijakan ketat dari lembaga pembiayaan menjadi tantangan tersendiri bagi para pelaku industri otomotif.
Aji Jaya, Sales & Marketing Director PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors, mengungkapkan bahwa situasi tahun 2024 memberikan tantangan besar bagi sektor otomotif.
“Tahun 2024 yang sudah kita lalui merupakan tahun penuh tantangan bagi kami industri otomotif. Karena tahun tersebut banyak sekali agenda besar nasional yang harus dilaksanakan, harga komoditas yang tidak stabil, ditambah lagi sulitnya mendapatkan pembiayaan dari lembaga keuangan,” kata Aji Jaya saat Media Gathering di Pulomas, Jakarta Timur, Jumat (21/3/2025).
Akibat kondisi tersebut, penjualan kendaraan komersial mengalami penurunan cukup signifikan dibandingkan tahun 2023.
“Ini mengakibatkan penjualan kendaraan komersil mengalami penurunan 15 persen dibanding 2023, dari 84.957 unit turun menjadi 72.703 unit,” tambahnya lagi.
Meski pasar kendaraan niaga tengah menghadapi penurunan, Mitsubishi Fuso tetap mempertahankan dominasinya di segmen truk di Indonesia.
“Dengan kondisi tahun 2024 yang sangat menantang atau sulit bagi kami industri otomotif. Mitsubishi Fuso tetap menjadi market leader dengan perolehan pangsa pasar 38,1 persen,” kata Aji.
Dari segi kontribusi penjualan, varian Canter di kategori Light Duty Truck (LDT) menjadi penyumbang terbesar dengan penguasaan pasar sebesar 53,1% atau setara dengan 25.219 unit. Sementara itu, di segmen Medium Duty Truck (MDT), Fighter X mencatatkan pangsa pasar 13,3% dengan penjualan 2.436 unit.
Di tengah perlambatan ini, truk impor asal China mulai membanjiri pasar Indonesia, khususnya untuk sektor tambang dan proyek industri berat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait ekspor-impor tahun 2024, kendaraan berat dengan spesifikasi tertentu yang diimpor termasuk dalam kode HS 87042369. Kendaraan dalam kategori ini didatangkan untuk mendukung aktivitas di industri nikel yang tersebar di berbagai wilayah, seperti Morowali, Weda, dan Pulau Obi.
Dalam persaingan pasar domestik, baru satu merek truk China yang terdaftar sebagai anggota Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), yaitu FAW yang diproduksi oleh China FAW Group Co., Ltd. Tahun lalu, FAW mencatatkan penjualan ritel sebanyak 847 unit di Indonesia.
Meskipun merek-merek truk asal Jepang masih mendominasi jalan raya di berbagai kota besar, situasinya berbeda di sektor pertambangan. Di wilayah seperti Morowali (Sulawesi Tengah) dan Halmahera (Maluku Utara), truk berwarna merah merek Shacman dari China justru lebih banyak digunakan.
Motor Sights International (MSI), selaku distributor Shacman di Indonesia, melaporkan bahwa mereka telah menjual lebih dari 6.000 unit sejak pertama kali beroperasi di Indonesia pada 2016. Sebanyak 95 persen dari penjualan tersebut digunakan dalam proyek-proyek nikel di Morowali dan Halmahera. Bahkan, di situs resmi global Shacman, proyek nikel di Indonesia disebut sebagai pencapaian besar mereka di kawasan Asia Pasifik.
Aji mengakui bahwa pihaknya belum memiliki data konkret mengenai seberapa besar kehadiran merek-merek truk China di Indonesia.
“Sampai saat ini kita susah mengukurnya. Kenapa? karena kita melihat data itu dari Gaikindo data,” kata Aji.
“Sayangnya sampai saat ini, banyak brand dari China tadi yang belum menjadi member Gaikindo. Jadi kita belum bisa melihat datanya Februari kemarin. Hanya ada beberapa yang sudah menjadi member, itu yang bisa kita ukur.”
Kondisi ini menyulitkan pemain lama dalam memahami persaingan yang semakin ketat.
“Yang menyulitkan itu pesaingnya tidak kelihatan. Ada tapi tidak kelihatan berapa banyak, kita tidak tahu berapa besar,” tambah dia.
“Di beberapa lokasi tambang, proyek tertentu ada brand-brand China beroperasi di sana. Itu secara data, berapa porsinya mengambil pasar kendaraan komersil belum bisa baca. Ada tapi kita belum tahu seberapa besar, berdampak kepada bisnis kendaraan komersil, karena tadi, belum masuk datanya di Gaikindo,” ujarnya.
Dengan semakin banyaknya merek yang bermain di pasar, kompetisi menjadi lebih ketat dibandingkan sebelumnya.
“Persaingan jadi ketat, karena tadinya yang bermain 5-6 perusahaan atau enam brand. Sekarang bisa menjadi 8-10,” jelasnya lagi.
Ke depan, industri kendaraan komersial di Indonesia tampaknya akan semakin dinamis. Dengan kehadiran merek-merek baru dari China, peta persaingan bisa mengalami perubahan signifikan, terutama di sektor industri tambang dan proyek infrastruktur besar.